Majalah merupakan media
massa cetak yang menyajikan konten-konten serupa berdasarkan jenis majalah itu
sendiri. Ada beragam jenis majalah yang banyak kita temui sekarang ini.
Misalnya majalah anak-anak, gaya hidup, perjalanan, agro bisnis, makanan, game
dan masih banyak lagi termasuk majalah yang berbau pornografi. Majalah yang
berbau pornografi yang sering kita dengar yaitu majalah Playboy, namun selain
itu masih banyak lagi majalah yang beredar di Indonesia seperti Barbuk, FHM,
Cosmopolitan, Popular, ME Asia, Maxim dan kemungkinan masih banyak lagi. Majalah-majalah
tersebut menampilkan gambar-gambar panas atau seksi yang kebanyakan perempuan.
Majalah-majalah
seperti itu beredar luas dan dijual dengan bebas di pasaran, misalnya di
pinggir-pinggir jalan, di kios-kios koran dan di toko-toko buku. Dengan begitu
siapapun dapat dengan mudah untuk membeli atau membacanya. Apabila majalah
seperti itu dibaca oleh orang dewasa yang sudah mengerti tentang hal seperti
itu dan bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri tentu tidak begitu
masalah. Namun apabila anak-anak melihat atau membacanya, misalnya sepulang
sekolah mereka berjalan kaki dan melewati kios koran dipinggir jalan yang
menyediakan majalah berbau pornografi, melalui covernya saja mereka akan
langsung bisa melihat foto-foto panas yang ditampilkan majalah tersebut.
Walaupun sudah sering kita dengar pengaduan dari berbagai pihak kepada
pemerintah untuk menindaklanjuti majalah-majalah seperti itu, namun hal
tersebut sepertinya kurang maksimal karena majalah-majalah tersebut masih
beredar luas di pasaran.
Banyak
majalah yang berbau pornografi yang beredar luas dan dijual dengan bebas, Apa
yang menyebabkan majalah seperti itu muncul? Dan mengapa beredar luas dan
dijual bebas? Apa dampak yang bisa ditimbulkan akibat hal tersebut? Bagaimana
upaya pemerintah sejauh ini dalam menangani hal-hal semacam itu?
Tujuan dari pembuatan artikel ini adalah untuk mengetahui alasan munculnya majalah-majalah yang
berbau pornografi dan alasan majalah tersebut beredar luas dan dijual dengan
bebas di pasaran dan dampak yang terjadi akibat hal tersebut dan mengetahui
upaya pemerintah sejauh ini dalam menangani hal-hal semacam itu.
Aspek-aspek
yang akan menjadi bahan pembahasan yaitu alasan munculnya majalah yang berbau
pornografi dan alasan majalah seperti itu beredar dengan bebas yang pastinya
akan berdampak pada masyarakat. Serta upaya pemerintah sejauh ini dalam
menangani hal tersebut.
Mengetahui
alasan munculnya majalah-majalah yang berbau pornografi dan alasan majalah
tersebut beredar luas dan dijual dengan bebas di pasaran dan mengetahui dampak
yang terjadi akibat hal tersebut dan upaya apa saja yang dilakukan pemerintah
sejauh ini dalam menangani hal-hal semacam itu.
Banyak majalah yang
beredar dengan sangat kental berbau pornografi seperti majalah Barbuk, FHM,
Cosmopolitan, Popular, ME Asia dan Maxim yang menampilkan gambar-gambar panas
atau seksi. Pornografi dapat didefinisikan sebagai representasi eksplisit
(gambar, tulisan, lukisan, foto) dari aktifitas seksual atau hal yang tidak
senonoh, mesum atau cabul yang dimaksudkan untuk dikomunikasikan ke publik (R.
Ogien, 2003: 31, 47). Majalah-majalah tersebut menampilkan gambar-gambar panas
atau seksi untuk dikomunikasikan ke publik. Gambar-gambar tersebut dapat
menimbulkan gairah atau rangsangan seksual kepada orang yang melihatnya.
Menurut Haryatmoko, insan media cenderung untuk menampilkan hal yang
sensasional atau spektakuler sehingga mudah tergoda mempresentasikan pornografi
karena paling mudah memancing kehebohan. Dalam hal ini mereka memunculkan
majalah yang berbau pornografi agar bisa dengan mudah memperoleh perhatian dari
masyarakat. Demi tuntutan ekonomi maka mereka melakukan hal tersebut.
Pornografi di Indonesia termasuk hal yang tabu, terkadang masyarakat heran akan
suatu hal tabu dan malah ingin melihatnya. Tentunya banyak masyarakat membeli
majalah-majalah seperti itu karena majalah-majalah itu masih saja bertahan
sampai sekarang ini. Namun dalam penjualannya majalah-majalah tersebut beredar
dengan bebas. Ada di berbagai tempat penjualan seperti di pinggir jalan, kios
koran dan toko buku. Beredarnya majalah berbau porno dengan bebas dapat
berdampak negatif terhadap masyarakat. Misalnya majalah berbau pornografi yang
terdapat di pinggir jalan atau di kios koran bisa langsung dilihat oleh siapa
saja yang melewatinya termasuk juga anak-anak. Bahkan anak-anak juga bisa
membelinya apabila penjualnya tidak mempunyai kepedulian terhadap mereka.
Sepertinya
dari pihak majalahnya sendiri tidak mengontrol kemana saja produk mereka dijual
atau didistribusikan. Mereka seperti tidak mau tahu apa yang akan akan terjadi
setelah produk mereka di keluarkan ke publik, dan sepertinya yang terpenting
bagi mereka adalah produk mereka yaitu majalahnya laku di pasaran. Hal tersebut
harusnya tidak boleh terjadi. Ada tiga alasan utama yang dikemukakan untuk
menolak pornografi, pertama, perlindungan terhadap orang muda atau anak-anak;
kedua, mencegah perendahan martabat perempuan; ketiga, mencegah sifat
subversifnya yang cenderung menghancurkan tatanan nilai seksual keluarga dan
masyarakat (ibid., 2003: 7). Pornografi dikhawatirkan akan mengganggu anak-anak
atau remaja sehingga mengalami gangguan psikis. Menurut teori peniruan, semakin
orang melihat pornografi, semakin ia terdorong untuk melakukan (ibid., 80).
Pornografi cenderung akan dipakai oleh para remaja sebagai pegangan perilaku
seksual. Gambar-gambar yang ada di majalah berbau porno yang dilihat remaja
atau anak-anak akan membuat mereka untuk meniru seperti apa yang ada didalamnya
dan menjadi pegangan mereka dalam berperilaku seksual. Apabila hal tersebut
benar-benar terjadi maka akan merusak genarasi muda yang merupakan penerus
bangsa yang seharusnya mempunyai moral yang baik. Dalam majalah berbau
pornografi tersebut kebanyakan yang ditampilkan adalah perempuan dengan
gambar-gambar mereka yang seksi atau panas yang bisa merangsang hasrat seksual.
Disini perempuan menjadi objek pemuasan diri yang cenderung membangkitkan
suasana kekerasan terhadap perempuan. Hal tersebut bertentangan dengan etika
minimal yang terdiri dari tiga pilar (R. Ogien, 2003: 12-13), yaitu pertama,
sikap netral terhadap konsepsi tentang “baik”. Konsepsi ini menghargai hak akan
kemandirian moral yang dalam kasus ini berarti kebebasan memilih akan apa yang
baik bagi dirinya dalam hal seksualitas. Kedua, prinsip menghindar dari
merugikan pihak lain. Prinsip ini berasal dari cara berpikir konsekuensialis
yang sangat peduli pada efek yang menimpa individu, bisa kerugian fisik atau
psikologis. Dalam hal ini majalah yang berbau pornografi berpotensi untuk
merugikan pihak lain, terutama kerugian dalam hal psikologis anak-anak dan
kekerasan pada perempuan. Ketiga, prinsip untuk menempatkan nilai yang sama
pada suara atau kepentingan setiap orang. Prinsip ini berasal dari tradisi
deontologi dimana kewajiban setiap orang untuk tidak menjadikan orang lain
sarana, tetapi tujuan pada dirinya.
Campur tangan negara
dalam hal ini sarat dengan dilema. Di satu pihak bila negara banyak campur
tangan akan membatasi kebebasan berekspresi atau hak akan informasi. Di lain
pihak, bila kebebasan tersebut merugikan pihak lain atau mengancam kebebasan
pihak lain campur tangan pemerintah sulit dihindarkan. Pemerintah dalam
menangani hal tersebut telah menetapkan UU no. 44 tahun 2008 tentang pornografi.
Namun undang-undang yang telah ditetapkan tersebut tidak serta merta
diaplikasikan pada kehidupan nyata. Masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang
terkait dengan pornografi tetap dibiarkan. Pemerintah dalam menangani hal
tersebut terkesan lambat dan tidak ada kepastian. Pemerintah dalam
menindaklanjuti suatu kasus juga terkadang menunggu pengaduan dari masyarakat
terlebih dahulu. Pernah dahulu pihak pemerintah merazia majalah-majalah yang
berbau pornografi setelah mendengar keluhan dari masyarakat bahwa majalah
seperti itu akan memberi dampak buruk pada generasi muda. Disini bisa dilihat
dalam merazia majalah pornografi pemerintah menunggu keluhan dari masyarakat
terlebih dahulu, bukan dari sejak awal majalah-majalah tersebut beredar bebas
di pasaran. Dan hal semacam itu mungkin tidak akan berjalan dengan lama karena
penjual majalah seperti itu masih dengan bebas menjual dagangannya. Jadi
pemerintah dalam menangani masalah seperti itu masih terlihat kurang maksimal.
Dari semua penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa majalah-majalah berbau pornografi beredar luas dan dijual dengan bebas di pasaran. Majalah tersebut muncul karena insan media ingin memancing kehebohan dengan mudah dengan menampilkan hal yang sensasional atau spektakuler, salah satunya yaitu dengan pornografi. Hal tersebut juga tidak lepas dari tuntutan ekonomi yang akhirnya memunculkan majalah-majalah berbau pornografi tersebut.
Beredarnya majalah
berbau pornografi dengan bebas bisa berdampak negatif terutama bagi remaja atau
anak-anak dan perempuan. Pornografi cenderung akan dipakai oleh para remaja
sebagai pegangan perilaku seksual. Gambar-gambar yang ada di majalah berbau
porno yang dilihat remaja atau anak-anak akan membuat mereka untuk meniru
seperti apa yang ada didalamnya dan menjadi pegangan mereka dalam berperilaku
seksual. Hal tersebut akan merusak genarasi muda yang merupakan penerus bangsa.
Dalam majalah berbau pornografi tersebut kebanyakan yang ditampilkan adalah
perempuan dengan gambar-gambar mereka yang seksi atau panas yang bisa
merangsang hasrat seksual. Disini perempuan menjadi objek pemuasan diri yang
cenderung membangkitkan suasana kekerasan terhadap perempuan. Sehingga
perempuan akan menjadi korban.
Walaupun pemerintah
telah menetapkan undang-undang tentang pornografi namun aplikasinya masih
kurang maksimal. Pemerintah masih terkesan lambat dan tidak pasti dalam menangani
hal semacam itu.
Pemerintah
seharusnya memperhatikan peredaran majalah-majalah berbau pornografi dengan
baik, seperti membatasi penerbitan dan mempersempit peredaran agar tepat
sasaran atau konsumen sesuai dengan kalangan pembaca dewasa. Pihak majalah
sendiri juga seharusnya ikut serta dalam mengontrol kemana saja majalah
tersebut diedarkan atau didistribusikan agar tidak merugikan pihak lain yang
seharusnya tidak diterpa oleh hal-hal semacam pornografi.
D.
Daftar Pustaka
Haryatmoko.
http://www.lbh-apik.or.id/uu-pornografi.htm
diakses 1 juli 2012
http://www.kompas.com/news/read/2010/02/11/11022922/Wow.28.Majalah.Porno
diakses 1 juli 2012
0 komentar:
Posting Komentar