Manajemen krisis adalah suatu bagian penting dalam
hubungannya dengan public relations. Kekuatan komunikasi perusahaan dan
pemasaran mulai dikenal dan dihargai. CEO memanggil konsultan public relations
untuk mengantisipasi krisis yang dapat berdampak terhadap perusahaan.
Krisis muncul dengan frekuensi yang lebih besar sebagai
hasil dari beberapa faktor. Menurut Ten Berge (1991), pertama, memperhatikan
pertumbuhan kelompok konsumen (misal Greenpeace) dan kemampuan mereka untuk
menyelidiki dan menyebarkan operasi dan kebijakan organisasi. Kedua masa
komunikasi instan, difasilitasi oleh media elektronik, berarti bahwa informasi
dapat disebarkan keseluruh dunia dalam 30 menit dari terjadinya peristiwa.
Ketiga, tingkat teknologi yang cepat telah membawa krisis seperti yang
berhubungan dengan sistem transportasi dan kecelakaan pesawat terbang. Human
error juga merupakan faktor yang signifikan, sering karena perubahan teknologi.
Keempat, perubahan iklim pada berberapa
bagian dunia, yang dapat membawa bencana pada mereka yang terkena gangguan
alam. Terahkhir, lingkungan ekonomi yang juga berubah, yang dapat membawa
organisasi dan industri jatuh seperti di negara barat (misal UK Shipbuilding).
Figure 20.4 An
organisational crisis matrix.
Figure 20.4 menggambarkan krisis organisasi dalm konteks dua
variabel kunci. Dalam sumbu horisontal adalah derajat dimana manajemen
mengontrol asal dari krisis. Sumbu vertikal menggambarkan dampak potensial
bahwa krisis mungkin dimiliki organisasi. Semua krisis berpotensi merugikan
perusahaan.
Bertambahnya krisis yang sering terjadi diseluruh dunia
membuat perushaan mempertimbangkan bagaimana mengantisipasi suatu peristiwa.
Quarentelli (1988) melaporkan bahwa hanya ada sebagian hubungan antara rencana
dan pengalaman yang berhasil. Rencana yang buruk akan menghasilkan hasil yang buruk.
The second reason concerns the expectations of those who
design and implement crisis plans. It is one thing to design a plan, it is
entirely another to implement it. Crisis planning is about putting into
position those elements that can affect speedy outcomes to the disaster
sequence. When a crisis strikes, it is the application of contingency-based
tactics by all those concerned with the event that will determine the strength
of the outcomes
Crisis phases
Waktu dimana krisis terjadi dapat dibagi kedalam beberapa
tahap kegiatan. Yaitu tahap pengamatan, pra-dampak, dampak dan penyesuaian
kembali. Lamanya tiap tahap berbeda tergantung pada sifat krisis dan cara
menanganinya.
Tahap pengamatan, mengamati lingkungan untuk mendeteksi
tanda pertama dari perubahan yang signifikan yang akan memberi posisi
perusahaan lebih baik untuk siap pada bencana. Mereka yang gagal mengamati akan
terkejut dan bereaksi dengan waktu dan kontrol yang lebih sedikit untuk
mengatur peristiwa yang mengenai mereka.
Tanda yang terdeteksi selama tahap pengamatan akan lemah dan
hilang. Beberapa bertambah kuat dan berkembang. Tahap pra-dampak ini dicirikan
dengan bertambahnya aktivita dan persiapan dalam mengantisipasi krisis, ketika
asal dan arahnya sudah ditentukan. Tujuannya bukan untuk mencegah krisis namun
menjinakkannya sebanyak mungkin, menginformasikan kepada stakeholder tentang
efek yang mungkin terjadi, dan akhirnya untuk proses mengatur krisis.
Tahap dampak adalah waktu dimana krisis breaks out (Sturges et al, 1991). Salah satu metode
mengurangi dampak adalah menhan dan melokalisasi krisis. Dengan menetralkan dan
mendesak peristiwa, yang dapat mencegah dari tercemarnya bagian lain dari
organisasi dan stakeholder. Melalui keperluan untuk berbicara dengan
stakeholder manajemen mengungkap sikap mereka terhadap krisis.
Tahap penyesuain kembali yaitu pemulihan dan penyusunan
kembali organisasi dan stakeholder pada lingkungan baru, ketika agian yang
terdalam dari krisis sudah terlewati. Tugasnya adalah memastikan kebutuhan
stakeholder terpenuhi, jika tidak, menentukan apa yang harus dilakukan agar
terpenuhi. Bagaimana penanganan yang dilakukan organisasi pada suatu peristiwa
akan mendapat dampak besar pada persepsi stakeholder kepada organisasi. Tingkat
pada bagaimana organisasi menyesuaikan kembali tergantung pada kuatnya kesan
stakeholder pada krisis yang terjadi sebelumnya. Jika organisasi mempunyai
reputasi yang baik, kepercayaan pada organisasi akan tinggi. Berarti pesan yang
disampaikan organisasi akan diterima dengan baik dan dipercaya. Jika reputasi
buruk, efektifitas komunikasi pemasaran akan rendah.
Ketika krisis melanda suatu organisasi, banyak stakeholder
yang berbeda mudah terkena akibatnya. Pearson dan Mitroff mengatakan bahwa
stakeholder mungkin merasa fokus organisasi mengadopsi peran tertentu. Peran
itu mungkin sebagai pahlawan, penjahat atau bahkan pelindung. Figure 20.5
menggambarkan beberapa peran yang mungkin dilakukan. Pada cara yang sama,
stakeholder sendiri mungkin melakukan peran yang menggambarkan persepsi atas
fokus organisasi.
The importance of this perspective is that attention has to
be focused on the different organisations, not just the one on which the crisis
has made immediate impact. The stakeholder net is wide and the sensitivity
among cohesive groups in particular can be acute. The organisation that has a
crisis plan of value is one that has considered the impact upon its
stakeholder.
Figure 20.5
Crisis role for stakeholder (Pearson and Mitroff (1993); used with kind
permission).
0 komentar:
Posting Komentar