Simone de Beauvoir
Beauvoir mengemukakan bahwa laki-laki adalah Diri dan
perempuan adalah Liyan. Liyan ancaman bagi Diri sehingga Diri terus
mensubordinasi Liyan. Beauvoir dalam takdir dan sejarah perempuan berusaha
mencari tahu mengapa laki-laki itu Diri dan perempuan itu Liyan. Alasan
biologis, psikologis, dan ekonomi tidak memuaskan beauvoir. Beauvoir mencari
penjelasan yang lebih dalam mengapa laki-laki itu Diri dan perempuan itu Liyan.
Begitu laki-laki menyatakan dirinya subjek dan Ada yang bebas maka gagasan
Liyan pun muncul yaitu perempuan. Kalau tidak perempuan akan menjadi Diri dan
laki-laki menjadi Liyan.
Laki-laki dapat menguasai perempuan dengan menciptakan mitos
tentang perempuan, irasionalitasnya, kompleksitasnya dan mitos bahwa
perempua sulit dimengerti. Setiap
laki-laki selalu dalam pencarian akan perempuan ideal. Perempuan yang ideal, yang dipuja-puja laki-laki,
adalah perempuan yang percaya bahwa adalah tugas mereka untuk mengorbankan diri
agar menyelamatkan laki-laki. Mitos laki-laki tentang perempuan mengkhianati
ambivalensi fundamental sifat-sifat alami perempuan. Perempuan tidak bisa
mengejek citra idealnya karena laki-laki memegang kendali akan dirinya, untuk
menggunakannya bagi keuntungan laki-laki berapapun harga yang harus dibayar
perempuan. Yang menyebabkan mitos ini menjadi sangat mengerikan adalah karena
banyak perempuan menginternalisasi mitos itu sebagai refleksi akurat dari makna
menjadi perempuan.
Beauvoir menspesifikasi peran sosial sejalan dengan
mekanisme utama yang digunakan oleh Diri, subjek, untuk menguasai Liyan, objek.
Tindakan tragis perempuan yang menerima ke-Liyanan mereka sebagai misteri
feminim, yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui sosialisasi
perempuan yang menyakitkan. Sejak muda anak perempuan dipaksa untuk menerima
dan menginternalisasi tubuhnya sebagai Liyan, yang memalukan dan inferior yang
dirakatkan dalam lembaga perkawinan dan motherhood. Menjadi istri dan ibu
adalah dua peran feminin yang membatasi kebebasan perempuan. Perempuan pekerja
juga, bahkan berada dalam kondisi yang lebih buruk karena bisa mengembangkan
konflik internal antara kewajiban profesional dan kepentingan femininnya yang
akan membuatnya menjadi pekerja lapis kedua setelah laki-laki. Pelacur, narsis,
dan perempuan mistis memainkan peran “perempuan” sampai ke puncaknya.
Tragedi dari kesemua peran itu adalah bahwa kesemua itu
bukanlah konstruksi perempuan sendiri melainkan dikonstruksi laki-laki melalui
struktur dan lembaga laki-laki. Tetapi karena perempuan, seperti juga
laki-laki, tidak memiliki esensi. Lebih merupakan subjek daripada objek.
Perempuan tidak lebih Ada dalam dirinya sendiri daripada laki-laki. Tentu tidak
mudah bagi perempuan untuk menghentikan kondisinya sebagai Liyan. Perempuan
harus mempunyai pendapat dan cara seperti juga laki-laki.
Menurut Beauvoir, ada empat strategi yang dapat dilancarkan
perempuan, pertama, perempuan dapat bekerja. Kedua, perempuan dapat menjadi seorang
intelektual, anggota dari kelompok yang akan membangun perubahan bagi
perempuan. Ketiga, perempuan dapat bekerja untuk mencapai transformasi sosialis
masyarakat. Keempat, mengidentifikasi dirinya melalui pandangan kelompok
dominan dalam masyarakat sehingga perempuan untuk menjadi Diri dalam masyarakat
harus membebaskan diri dari tubuhnya.
Pendukung:
Dorothy Kauffman
McCall
Opresi perempuan oleh laki-laki un unik karena dua alasan:
Pertama, tidak seperti opresi ras dan gender, opresi
terhadap perempuan merupakan fakta historis yang saling berhubungan, suatu
peristiwa dalam waktu yang berulang kali dipertanyakan dan diputarbalikkan.
Perempuan selalu tersubordinasi laki-laki.
Kedua, perempuan telah menginternalisasi cara pandang asing
bahwa laki-laki adalah esensial dan perempuan tidak esensial.
Josephine Donovan,
Merdith Tax, Sandra Bartky
Di satu sisi, Diri autentik perempuan hidup sebagai
“Diri-Objek” yang dilihat dari dunia laki-laki. Di sisi lain, Diri autentik
perempuan hidup sebagai “Diri yang terasingkan dan kasat mata, kasat mata
bahkan bagi dirinya sendiri”. Sebagai akibatnya perempuan menjadi Diri yang
terpecah. Menurut Donovan, analisis Merdith Tax memberikan gambaran yang sangat
kuat mengenai keterpecahan perempuan. Tax menggambarkan perempuan dipaksa untuk
membiasakan diri dengan siulan dan komentar laki-laki ketika perempuan berjalan
di jalanan umum. Dalam situasi seperti itu perempuan hanya mempunyai dua
pilihan: sensitif dan rentan terhadap rasa sakit yang ditimbulkannya, atau
menghadapinya dengan mengatakan ‘hanya tubuh sayalah yang mereka bicarakan, hal
itu tidak memperngaruhi saya, mereka tidak tahu apa-apa tentang saya.’ Apapun
prosesnya, penyelesaiannya adalah pemecahan antara pikiran dan tubuh.
Memperkuat analisis Tax, Sandra Bartky mengamati bahwa fenomana siulan dan
komentar seksual laki-laki menunjukkan betapa meratanya objektivikasi perempuan
pada masayarakat kita. Kemanapun perempuan pergi, perempuan tampaknya tidak
akan dapat melepaskan diri dari pandangan laki-laki.
0 komentar:
Posting Komentar